Jumat, 13 Oktober 2017

Sujudku Kosong Karenamu-Sosok Tanda Tanya



.........
Saat itu aku menaiki sepeda ontel butut yang ku miliki, dengan mengayuh pedal, ku telurusi gerumunan orang-orang yang telah buyar dari surau tempat mereka berkumpul. Seraya aku sedikit membukkan pundakku diatas sepeda ontel yang ku gayuh pedalnya, sembari ku tebar salam kepada setiap orang yang ku lalui.
"Asaalamualaikum" dengan lugat mengarab fasihku, aku mencoba melafalkan kalimat itu dengan sefasih mungkin tanpa meninggalkan huruf 'ain dalam kalimat tersebut dengan menekan pangkal tenggorokanku.
Seraya jawaban dari salamku terbalasi oleh setiap orang yang mendengar salamku. Dari langkah mereka, mereka pun mendatangi teman yang mereka kenal saat di Surau dan membuat kumpulan kecil. Dua, tiga, empat dan ada yang lebih dari lima orang dalam kumpulan tersebut. Mereka pun bersama melangkah pergi sembari mengobol apa yang menurut mereka perlu diobrolkan.
Sembari ku tetap mengayuh pedal sepeda, akupun melihat itu. Mereka berpakaian ala Pakistan, dengan peci bundar berbagai motiv, berbaju lengan panjang dengan panjang baju yang hampir menyerupai gamis ala Arab, beserta celana tanpa menutup mata kaki mereka, mereka pun melangkah.
Setelah beberapa ku lewati gerumunan kecil mereka, ku tak sengaja mendengar perkataan mereka.
"Lah, apa sulitnya coba untuk ikut berdzikir, padahal bukannya itu perintah dari Allah?. Seprti itu pun mereka tidak mau." Ucap seorang dalam salah satu gerumunan kecil sembari melangkahkan kaki mereka.
Benar juga, tapi apa alasan mereka hanya mengaji yang dipentingkan? Saut seseorang lainya. Dengan menganggukkan kepala, sebagian lainnya memberikan isyarat atas obrolan tersebut.
Dalam hatiku bergunam,
"Apakah seperti itu kenyataanya?" Sembari ku tetap ayunkan pedal sepeda seraya terus menebar salam kepada siapa yang kulalui, begitupun  masih menyisakan tanda tanya dibenakku.  Di atas sepeda akupun memikirkan, sembari terus melaju.
Tak jauh dari gerumunan yang pertama, akupun berpapasan dengan gerumunan kedua, dengan jumlah yang lebih banyak dari yang pertama ku jumpai. Masih sama seperti kejadian gerumunan pertama, mereka pun buyar menyebar dan membentuk perkumpulan kecil sembari mengobrol mereka berjalan bersama.
Dengan acesoris peci yang beragam akan tetapi dominan peci khas Bung Soekarno, mereka pun tampak mumringah. Dengan baju koko lengan panjang yang beragam corak desain juga motiv, terlihat menempel erat di dada mereka sebuah buku berkertaskan kuning kecoklatan yang tebalnya kurang lebih 5cm, mereka pegang erat oleh telapak jari-jari yang sedikit menekan ke dada mereka. Dari langkah kaki yang tertutupi sarung bercorak dan bermotiv batik yang bergam, merekapun berlalu.
Ku amati sebagain lainya adanya baru keluar dari sebuah banguanan mengah besar bersakakan kayu jati yang termelamik bermawarna coklat kemreahan mengkilap, berderet setiap 2,5metran sampai ujung bangunan. Sembari tetap ku ayunkan pedal sepeda menelusuri mereka serta tak hentinya ku tebarkan salam kepada mereka, dengan cepatpun mereka menjawab salamku seprti di gerumunan pertama yang ku lalui.
"Waalaikumsalam!" dengan nada nan semangat, anak kecil itu menyempatkan menjawab salamku di sela-sela canda tawanya dengan teman duduknya yang tengah santai berderet di emper salah satu rumah warga yang tinggi.
Setelah sempat ku melihat jalan yang hendak aku tuju dengan adanya tugu yang telah ku jadikan patokan arah, yang sebelumnya tertutup gerumunan tersebut, kini telah terbuka lebar untuk ku lalui. Akupun melaju.
"Ko kenapa rasanya berbeda? Saat ku melewati gerumunan yang kedua ini, ditengah-tengah gerumunan ini, hatimu merasa sejuk nyaman bahagia, bahkan merasakan rasa yang seakan mengatakan bahwa "ini lah golonganmu," padahal kan perlakuanku sama seperti gerumunan yang telah ku lewati?" Ucapku dalam hati sambil tetap tanda tanya untuk ku, aku pun menuju ke arah yg akan ku lalui.
Akan tetapi sesampainnya di tugu yg ku tuju sebagai patokan untuk pulang, ternyata bukan tugu itu. Akupun merasa bingung dan hawatir tidak akan bisa pulang. Disaat kegelisan yang aku rasa itu, akupun memperhentikan laju sepedaku. Sesaat ku tenggok kanan dan kiri berharap ada yang memberikan aku petunjuk untuk pulang Sesaat pun aku mencoba menenggok kebelakang sedikit lama dengan harapan yang sama, dapat memperoleh petunjuk dari seseorang.
Dengan kedua kaki yang telah menempel tanah dan kedua tangan yang masih memegang setang sepeda sembari menarik tuas rem kiri, akupun masih tetap menenggok kanan kiri seperti orang yang bingung tidak tau arah. Setelah beberapa menit akupun memperoleh jawaban dari salah satu gerumunan kedua yang telah kulalui dan rupanya merekapun menuju ke arah yang mulanya ku yakini sebagai jalur pulangku.
"Mas ndak usah pulang dulu, disini saja ikut ngaji kitab ihya, nantipun sampean akan tau jalan pulang setelah sampean hatam" ucap salah satu dari mereka yang melintasiku dengan mempercepat langkah mereka, merekapun berlalu.
Akupun terkejut mendengar ucapan itu, seraya akupun menyeleksi dengan teliti dari sekian banyak orang yang melintasi aku, akan tetapi hasilnya nihil, akupun tak Mampu menemukan orang yang berkata itu, sebab terlalu banyaknya yang tenggah melintasi aku. Beberapa menit selnjutnya aku pun bengong dengan kejadian tersebut.
Tak lama diujung kejadian itu akupun mendengar suara kenceng sekali yang seakan suara itu ditujukan untukku.
"Dzikir !!! Dzikir !!! Dzikir !!!" Akupun masih tak memperdulikan kata-kata itu, dengan tetap dalam keadaan hawatir dan sedih belum bisa pulang. Tiba tiba aku pun mendengar suara lagi, dengan nanda lebih keres dan menekan yang aku yakini ucapan itu benar-baner untukku berupa perintah.
"Dzikir !!!! Dzikir !!!! Fahmi jufri Bangun !!! Dzikir segera !!!"
…………
Tak sempat aku melihat dengan jelas siap yang menyuruhku bangun dalam mimpiku, sehingga membuatku serta merta bangun dengan kaget, dalam keadaan dada yang berdebar kencang dan hawa merinding masih tersisa dari mimpi itu. Lantas akupun bangun, memcoba mengiat mimpiku itu, terutama sosok yang tak jelas ku lihat wajahnya, hanya kain putih bersih berjubah bersurban berridak yang ku inggat. Bayangan itupun membuatku masih menyisakan tanda tanya besar dalam salah satu mimpiku itu.
Bagaimana bisa aku berjalan menuju gerumunan menyusuri meraka semua tetapi malahan terjebak dalam gerumunan?, siapa mereka dan siapa beliau, sosok yang membangunkanku dari tidur pulasku?,
Semua tanda tanya itu masih membeelenggu pikiran dan hatiku, sampai kelipatan hitungan jam.
............
Sujudku Kosong Karenamu-cerpen
By at-Takalli