Senin, 13 Maret 2017

URGENSI SEJARAH BAGI PEMIKIRAN ISLAM



URGENSI SEJARAH BAGI PEMIKIRAN ISLAM

Sejarah, merupakan istilah kata yang diadopsi dari bahasa arab ke dalam bahasa indonesia secara baku. Seperti yang telah diketahui, kejadian adanya adopsi tersebut pada masa lampau, disebabkan adanya asimilasi budaya antara orang pribumi nusantara dengan bangsa arab, yang terjadi saat aktifitas perdagangan di lakukan, atau tepatnya saat indonesia telah terakui sebagai pusat yang strategis untuk berlabuh kapal-kapal dari berbagai penjuru dunia, serta sebagai pusat perdaganagan rembah-rempah. Dari keterangan tesebut, dapat juga disebut sebagai “Sejarah”.  Secara etomologi, sejarah diambil dari kata Syajaratun شجرة dalam bahasa arab yang berarti Pohon, arti inilah yang hampir tertara disemua kamus bahasa arab. Secara umum penggunaan istilah –sejarah atau syajarotun mengandung arti pohon- tersebut nampak memiliki kesamaan dengan pemakian istilah dalam redaksi judul catatan silsilah keluarga, yangmana silsilah tersebut cenderung berbagan dan bercabang seperti layaknya pohon. Dalam arti yang lain, syajaratun sebagai kata kerja, dapat diartikan juga to happen, to accur, dan to develop.
Selain itu pengunaan istilah lain yang merujuk pada kata sejarah, diterjamahkan kedalam bahasa arab menggunakan istilah tarikh yang berarti menulis atau mencatat sebuah peristiwa beserta waktunya.[1] Senada dengan itu, Azyumardi Azra memaparkan bahwa syajarah dipahami mempunyai makna yang sama dengan kata tarikh (Arab), istoria (Yunani), history (Inggris), geschiedenis (Belanda), atau geschichte (Jerman), yang secara sederhana mempunyai arti kejadian-kejadian yang menyangkut manusia di masa silam (Azyumardi Azra, 2003: xi). Walaupun demikian dapat diakui bahwa ada korelasi kesinambungan antara kata syajarah dengan kata sejarah. Pasalnya jika seseorang mempelajari sejarah tertentu, dapat dipastikan  seseorang tersebut juga mempelajari cerita, silsilah, riwayat dan asal-usul tentang seseorang atau kejadian[2] yang sarat akan makna serta filsafat. Sebab pada dasarnya sejarah merupan sebuah disiplin ilmu dari cabang filsafat, yang membahas peristiwa-peristiwa secara komprehensip serta mendalam, yangmana pengkajian tersebut mempelajari berbagai keilmuan seperti watak manusia, umur, sistem hukum, konstritusi serta berbagai sebab-sebab yang melatar belakangi.[3]
Adapun dalam penjelesan terminologi, sejarah mempunyai banyak keterangan serta penjelesan dari berbagai ahli. Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa sahnya sejarah merupakan suatu kajian yang kaya akan berbagai macam metode pendekatan, yang bertujuan sebangai alat untuk dapat mengungkap suatu peristiwa-peristiwa lampau.[4] Menurut C.S. Sunal dan M.E. Haas, sejarah merupakan suatu study kronologi yang dapat menafsirkan dan memberikan makna pada seuatu peristiwa dan dengan menggunakan motode secara sistematik yang bertujuan menemukan suatu kebenaran.[5] Dalam pengertian yang lain, sejarah diartikan sebagai suatu proses yang terjadi terus menerus dari interaksi antara peristiwa dan fakta peristiwa serta dialog yang tanpa henti antara masa sekarang dan masa lampau, Carr (1982: 30). Lebih sepesifik, Sjamsuddin menegaskan bahwa sejarah merupakan suatu aktifitas penelaahan mengenai gejala-gejala –hal ikhwal manusia- dalam urutan kronologis,[6] dalam pengjelasan secara ilmiah-sistematik, Sidi Gazalba memaparkan sejarah sebagai gambaran masa lampau tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang mana disusun secara ilmiah dan lengkap.[7]
 Dari berbagai pengungkapan pengertian dan penjelesan tersebut, mempunyai makna keterkaitan sejarah secara erat dengan waktu dan peristiwa. Dalam hal ini, Nasihun Amin menjelaskan bahwa sahnya, jika demikian adanya ruang waktu tarutama kaitanya dalam memahami peristiwa, ia menekankan bahwa sejarah tidak dapat dipisahkan dari kaitanya dengan pembabakan atau priodisasi.[8] Seperti yang telah umum dimengerti, bahwasahnya waktu terung bergulir berganti seiring dengan musin yang berubah-udah bahkan perkembangan zaman juga ikut berubah seiring kemajuan keilmuan yang ada, dari semua itulah sebuat priodisasi muncul dengan adanya klasifikasi masa yang berlandaskan sebuah perubahan disetiap kurun waktu yang ditentukan sebagai awal dan akhir suatu priode.
Untuk memahami hakekat sejarah, Nasihun Amin menawarkan dua arti sejarah sebagai klasifikasi pemahaman, yaitu Objektif dan Subjektif.[9]
Pertama. Sejarah dalam arti objektif yaitu menunjuk kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri, yang mana keseluruhan proses tersebut belangsung secara pisan dari subjek manapun juga. Dalam arti sejarah hanya berlangsung sekali dan tidak dapat terulang lagi sebab hal itu merupakan sebuah peristiwa yang telah lampau.
Kedua. Sejarah dalam arti subjektif, yang mana sejarah dipahami sebagai suatu kontruk yang dibuat oleh seorang dan disusun sebagai suatu uraian atau cerita. Sedangkan uraian dan cerita tersebut merupakan suatu kesatuan atau unit yang menunjukan koherensi  dari berbagai unsur yang saliang mengikat satu sama lain. Yang mana mencakup fakta-fakta yang terangkai untuk menggambarkan suatu yang telah terjadi, baik prosesnya maupun strukturnya. Adapun sejarah dalam arti objektif, mengandung bekas-bekas yang termemorikan dan dapat diungkapkan atau diaktualisasikan dalam bentuk pernyataan tentang kejadian itu sendiri, dan itulah yang dapat disebut sebagai fakta.[10]
Nasihun Amin menegaskan bahwa fakta bukanlah kejadian itu sendiri, melainkan sebuah produk proses mental yang berupa aktifitas memorisasikan yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan tentang sebuah kajadian[11]. Sedangkan wujud dari tindakan tersebutlah yang dinamakan fakta dan fakta tersebut bersifat subjektif. Adapun fakta dibedakan menjadi dua katagori, fakta lunak dan fakta keras[12]. Fakta keras merupakan fakta yang sudah sangat teruji dan diakuai akan keabsahannya sebab adanya bukti dokumen-dokumen yang tidak terbantahkan seperti halnya peristiwa proklamasi 17 Agustus 1945. Sedangkan fakta lunak merupakan fakta dalam jangka waktu lama tetapi belum mantap dan masih dalam perdebatan keabsahan dan keontetikan sebuah kabar peristiwa serta dokumen yang mendukungnya, seperti contoh surat perintah sebelas maret atau sering di sebut dalam singkatan Supersemar.
Adapun fungsi sejarah memiliki berbagai peranan penting dalam kehidupan, sebab sejarah dapat menjadi sebuah penelitiah lampau; bahan perenungan; guru pendidikan; pendorong kemajuan zaman; resolusi konflik; peningkatan kualitas etika; sumber inspirasi imajinasi; dan lain sebagainya. Mengingat banyaknya manfaat sejarah secara general, sejarah di bagi menjadi tiga kelompok besar, sebagai edukatif, inspiratif dan rekreatif.[13]
Fungsi sejarah yang pertama sebagai edukatif, dimaksudkan sebagai suatu pelajaran dalam kehidupan sehari-hari manusia. Dari fungsi inilah, sejarah dapat diposisikan sebagai guru pembimbing dalam menelaah sebuah masa lampau dan mengambil nilai positif dari masa lampau untuk diterapkan dimasa dimana sejarah dikaji dan diposisikan sebagai edukatif, seperti halnya penelitian penelaahan sejarah keteladanan Nabi muhammad s.a.w akan sebuah kemulyaan akhalaknya dalam kehidupaannya di masa lampau. Tujuan tersebut diharapkan akan membekas sebagai kenangan yang dapat diaplikasikan di kehidupan nyata di zaman dimana penelaahan sejarah Nabi di lakukan.
Sedangkan sejarah sebagai fungsi inspiratif, yang mana fungsi tersebut diambil dari pengetahuan sebuah peristiwa-peristiwa besar dan penting serta monumantal, dengan melihat suatu kegemilangan yang tampak sebagai fisik keberhasilan sebuah langkah kemenangan. Fungsi ini juga dapat berfungsi sebagai imajinasi untuk menimbulkan kreatifitas.
Selanjutnya fungsi rekreatif, yang lebih menekankan pada usaha penumbuhan rasa nyaman dalam mengkaji sejarah. Fungsi inilah pengkaji sejarah dapat menikmati situasi, kondisi dan suasana yang terjadi pada waktu dan tempat yang berbeda dari masanya. Dalam hal ini dapat mengambil contoh  pengkajian tentang sepak terjang dakwah Nabi Muhammad yang memuai hasil perubahan tatanan sosial dan intelektual serta kemajuan peradaban dengan menggunakan kualitas akhlak yang sangat tinggi kemuliaannya keluhurannya serta jargon rahmatal lil ‘alamin  sebagai pondasi strategi dakwah.
Seperti yang telah disepakati bersama, sejarah memiliki peranan yang penting dalam segala bidang, tidak terkecuali dalam perkembangan pemikiran lebih sepesifiik pemikiran islam. Dalam hal inilah sejarah dapat berfungsi sebagai alat analisis, yang mana ditujukan agar dapat memperoleh pemahaman yang dapat dipertanggung jawabkan, penggalian informasi tersebut dapat di perolah dari interpretasi dan maupun cerita, hal ini mengingat bahwa dalam mencari seseuatu harus mendalam untuk menjauhkan dari kesamaran dalam pemahaman informasi sebuah peristiwa. Untuk mengetahui keotentikan tersebut, sangatlah perlu menggunakan fakta n metode, yang ana dua unsur tersebutlah yang membedakan secara ilmiah. Selain itu, sejarah jua mempunya sebuah hukum kasual yang dapat bedampak di masa sekarang maupun memdatang ketika suatu sejarah mulai dikaji secara insten.
Adapun sejarah dalam konteks masyarakat muslim sangatlah penting, sebab menurut Nasihun amin. Ada beberapa dasar yang menyebabkan sejarah berada di posisi teratas dalam ajaran keagamaan, baik secara terang terangan ditegasas sebuah sejarah atau hanya berupa makna tersirat. Dalam hal ini alasan dasarnya,  pertama. Disebabkan adanya kewajiban bagi muslim untuk meniru, meneladani Rasullullah. Sedangakn bentuk dari keteladanan tersebut merukapan suatu kearifan serta kebijaksanaan tindakan Nabi, ucapan maupun suatu ketetapan. Dari sinilah dapat di mengerti dari alasan pentingya sejarah bagi orang muslim.
Kedua, sejarah berkedudukan sebagai usnsur yang sangat mendukung untuk mendapatkan sebuah makna yang pas dalam penafsiran teks-teks agama, tidak lain untuk memahami isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis. Adapun sejarah yang dapat membantu menemukan memahami makna ayat-ayat Al-Qur’an sering disebut sebagai istilah  asbab an nuzul, dalam istilah inilah seseorang dapat lebih dalam mencari makna yang tersirat maupun tersurat, demikian juga untuk memahami maksud kandungan suatu hadis, perlulah mengetahuai sejarah situasi lingkuangan yang melingkupi pada suatu hadia tersebut, yang mana sejarah tersebut dikenal dengan istilah asbab al wurud.  Dengan adanya konsep serta teori yang mapan tersebut, seseorang tidak hanya dapat memahami mengetahuai maksud dan makna teks al qur’an maupun hadis, melainkan seseorang tersebut dapat menerapkan dalil-dalil secarap pas.
Ketiga, sejarah diposisikan sebagai alat ukur sanad. Seperti yang telah diketahui bahwa suatu sanad periwayatan hadis mengandung unsur sejarah yang sangat penting, terutama sejarah biografi seorang rawi dalam rangkaian sanad, sejarah rawi ini lah yang akan menentukan kualitas suatu derajat tinggkatan ke faliditasan suatu hadis, meskipun terkadang penilaian itu di pandang dari matan hadis itu sendiri. Pembuktian ini lah sebagai bukti bahwa dalam agama islam, sejarah sangatlah penting, tanpa sejarah islam akan menjadi kontruk yang usang, dari sisnilah menurut Ernest Renan bahwa “Islam was born in the light of history” (islam lahir dengan bantuan sejarah)[14] menurut hemat penulis, anggapan tersebut  berdasarkan realita bukti yang di temuakan oleh Reanan yaitu bahwa tradisi tranformasi ilmu bahkan dogma ajaran agama islam kental syarat dengan sebuah rantai sanad keilmuan terutama dalam Hadis dan al qur’an.
Keempat, sejarah ditempatkan sebahgai perekam peristiwa-peristiwa penting baik pra islam aataupun pasca islam. Hal ini dimaksudkan tidak hanya sebatas untuk diketahui dan di ambil ibarohnya saja, juga sebagai pelacak suatu tradisi, aktifitasyang di lakukan islam dan kaum muslim sebagai katalisator proses perubahan dan perkembangan budaya peradaban umat.
Seperti yang telah diketahui bahwa suatu kegiatan akan mempunyai dampak walaupun tidak harus sama. Di sejarah ini pula hukum kausal terjadi, yang mana akibat terjadi dipengaruhi oleh sebab yang melatar belakangi, sedangkan sebab tersebut merupakan sebuah faktor baik yang internal maupun eksternal. Dari faktor itulah dapat menjadi pengaruh terhadap proses kelahiran, perubahan dan perkembangan periatiwa dan atau ide. Sebab itu, sebuah kajian mendalam serta perinci harus di lakukan guna memperoleh suatu pandangan serta penilaian dari hasil suatu faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap suatu peristwa dan ataupun ide.
Dalam analisis sejarah, menurut Nasihun Amin, terdapat dua unsur yang ditelurkan yaitu kegunaan dari suatu konsep periodesasi atau derivasi dan rekontruksi proses geneiss perubahan dan perkembangan. Dengan cara demikian menurut nasihun, manusia dapat dipahami secara kesejarahan (Dr. Nasihun Amin, M.Ag, 2015: 9). Senada dengan itu, Nourouzzaman Shidiqi memberikan tambahan, bahwasanya sebuah tindakan dari suatu peristiwa secara mendalam tidak hanya dipengaruhi oleh dorongan internal saja, seperti ide, keyakinan, konsepsi-konsepsi awal yang terpatri dalam dirinya, melainkan ada juga faktor eksternal yang ikut andil dalam kontaminasi tersebut.[15] Dengan analisa sejarah, kemungkinan kemungkinan besar seperti faktor pengaruah baik internal maupun eksternal akan dapat diketahui dari seorang tokoh dalam segala perbuatan dan atau ide pikirannya, secara mandirikan tokoh tersebut berbuat? Atau terdapat dorongan-dorongan dari luar dirinya yang mempengaruhi dirinya.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          


[1] Dr. Nasihun Amin, M.Ag. SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM, (Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), h.1.
[2] Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Jakarta: Depdikbud, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, 1996), h. 2.
[3] Abdul Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al Hadlrami, Muqadimah Ibnu Khaldun, (Bairut: Darrul Fikr, 2001), juz. 1, h.2.
[4] Ibid.
[5] C.S. Sunal dan M.E. Haas, Social Studies and The Elementary/Middle School Student, Harcourt Brace Jovanovich, (Orlando: Holt, Rinehart and Winston,1993), h. 278.
[6] Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah,  (Jakarta: Depdikbud, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, 1996), h. 4.
[7] Dr. Nasihun Amin, M.Ag. Op. Cit. h.2.
[8] Ibid h.2-3.
[9] Ibid
[10] ibid
[11] ibid
[12] Ibid h.3-4.
[13] Ibid h.5.
[14] Ibid h. 7
[15] Ibid h.9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar