Minggu, 19 Maret 2017

Pandangan islam terhadap pergaulan

BAB I PENDAHULUAN
  Pandangan islam terhadap  pergaulan
A.  Latar belakang
Semakin barkembangnya moderenisasi dalam aspek kehidupan, tidak menutup kemungkinan timbulnya sisi positif dan negatif. Dalam sisi positif yang ditimbulkan pun beregam, dari cakupan individual sampai kelompok, contoh semakin mudahnya komunikasi tanpa adanya pembatas jarak serta dilengkapi adanya alat untuk menampilkan gambar dan lain-lain. Dari sisi negatif yang di timbulkan, semakin mudahnya pengaksesan prilaku dan praktek pelecahan moral yang telah didokumenatasikan oleh opnum-opnum yang tidak bertangung jawab.
Dalam hal ini, era globalisasi lah yang paling bertanggung jawab adanya sebab akibat ini, yang mencakup rana budaya sehingga menjadikan percampuran dari berbagai budaya yang ada di berbagai belahan dunia semakin mudah. Meskipun demikian tidak mungkin untuk menanggalkan prilaku moderen
Seperti halnya adanya penyimpangan-penyimpangan dalam aturan adat, dari segi barbusana, bertutur kata, pergaulan dan lain-lain. sehinga peranan adat yang seharusnya menjadi penilai, menjadi terabaikan, maka filterisasi tapatlah digunakan untuk meminimalisir terjadinya panyimpangan-penyimpangan yang ada, sebab masuknya budaya asing yang deras seperti masa sekarang ini.
Dikesempatan kali ini kami akan mencoba menyajikan pembahasan yang bertamakan sex education dalam perseptif islam, dengan judul GAIRAH DALAM BERGAUL.
B.  Rumusan masalah
1.      Pandangan islam terhadap  pergaulan
BAB II PEMBAHASAN
1.      Pandangan islam terhadap  pergaulan
Sebelum penulis menghantarkan pembaca ke pokok pembahasan, penulis akan memaparkan tentang moral atau dengan bahasa lain akhlak yang sering didengar oleh khalayak umum. Pasalnya menurut penulis, semua aktifitas tidak bisa jauh dari adanya "moral". Maka dari itu alangkah baiknya terlebih dahulu kita berkenalan dengan "moral" untuk menimbang segala aktifitas. Moral beralas dari bahasa latin "mos" (tunggal) dan "Mores"(jamak) dan kata sifat "moralis". Bentuk jamak Mores yan berarti kebiasaan, kelakuan dan kesusilaan. Sedangkan kata sifat "moralis" yang berarti susila, dalam filsafat moral merupakan filsafat praktis, yang mempelajari perbuatan manusia yang ditinjau dari segi baik buruknya dari hibungan tujuan hidup manusai yang terakahir. Dalam istilah lain moral dapat disebut sebagai etika, dalam bahsa belanda "ethiek" sedangkan dalam bahasa inggris "ethics", sedangkan Etika merupakan istilah yang berasal dari bahsa yunani "ethos" yang berarti "kebiasaan, kelakuan. Dalam memahami moral atau ethos, tidak hanya apa-apa yang dilakuakn oleh seseorang maupu kelompok, lebih jauh; termasuk pembahasan yang menyankut tengtang ap yang menjadi pemikiran dan pendirian sesuatu hal yang bisa di bilang baik taupun buruk, patut atau tidaknya untuk dilakuakan[1].
Setelah mengetahui apa itu yang dinamakan moral atau etika, mari memabahas permaslahan yang akan penulis titik beratkan terhadap Tema pokok kali ini Sex education dalam perseptif islam dengan judul gairah dalam bergaul. Menginat banyaknya perdebatan antar golongan pro sex education dan golongan kontra sex education, kali ini penulis akan mencoba menawarkan seklumit pengartian dan bagian-bagian dari pembahasan sex education.
Sex secara bahasa berarti kelamin, jenis kelamin. Bila kita menarik "sex" ke lingkup pendidikan yang berdasarkan aturan aturan islam, tentunya cara penyampainnya  mengunakan cara-cara yang diterangkan oleh islam. Menurut sebagian pakar, mendefinisikan sex education dengan pengertian ilmu yang menerangakan anatomi fisilogi reproduksi manusia, penyimpangan seks, penyakit kelamin dan lain-lain. adapun dalam sex education terdapat dua bagian pembahasan yan masing-masing mempunyai cakupan pembahsanya sendriri, yaitu instruction dan education in sexuality. Sex Intruction ialah penerangan mengenai anatomi seperti pertumbuhan rambut pada ketiak, dan mengenai biologi dari repoduksi, yaitu proses berkembang biak melalui hubungan untuk mempertahankan jenisnya termasuk didalamnya pembinaan keluarga dan metode kontrasepsi dalam mencegah terjadinya kehamilan. Education in sexuality meliputi bidang – bidang etika, moral, fisiologi, ekonomi, dan pengetahuan lainnya yang di butuhkan agar seseorang dapat memahami dirinya sendiri sebagai individual sexual serta mengadakan inter personal yang baik[2].
Secara simpel dari pemahaman keterangan diatas, menunjukan sex education termasuk ilmu yang diperlukan, karena cakupan pembahsan dari sex education tidak serta merta bertumpu tentang perihal persetubuhan. Meskipun demikian dalam penyampaian sex education, perlu meliahat audien selaku penerima materi, seperti dalam batasan umur pada khususnya dan pemilah-milah bahasan pun harus diperhatikan. Hal ini akan berdampak negatif yang dapat menggangu psikolog penerima materi, apa bila penerapan tersebut kurang tepat, baik ganguan yang bersifat permanen ataupun sementara, bahkan dapat menimbulkan efek nekatif. Pasalnya apabila telalu dini diberiakan pembelajaran tenteng seks dengan bobot yang sami dengan orang dewasa pada umumnya. Maka akan timbul pemahaman yang salah, karena anak-anak dihitung sejak lahir sampai mencapai umur 12 tahun atau ke balighan daya memorinya cenderung aktif sebagai pengingat belum dapat mencerna secara mentahan sebuah ilmu apalagi aktif sebagai penganalisa.  
Berbeda lagi apabila sex education di pandang dari perseptif agama islam, secara otomatis penyampaian serta materi yang diberikan tidak jauh dari koridor syareat. Dalam hal ini, agama islam tidak menafikan adanya sex education meskipun dalam kemasan bahasa yang berbeda dengan bahasa yang kita adopsi dari dunia barat. Bukti yang riil adanya sex education dalm ajaran Islam, yaitu adanya kitab-kitab yang memuat tentang hal tersebut baik secara khusus dalam pembahasannya seperti; fathul izar, qurrotu al-'Uyun dan lain-lain, maupun hanya sebatas sempilan-sempilan, dan ini terdapat di berbagai kitab-kitab.
Sedangkan untuk menghadapi masa sekarang ini, yang cenderung kehidupan didominasi dengan gaya kebarat-baratan. Maka disinilah agama berperan sebagai penilai serta filter tehadap kebudayaan asing yang masuk kedalam sendi-sendi kehidupan. Kabanyakan  pasien yang terkontaminasi akibat budaya asing, melanda  generasi-generasi muda. Hal ini terjadi di karenakan tidak  mampu dari generasi muda membedakan kebudayaan dan peradaban yang bagaimana sehingga dapat meningkatkan martabat dan tidak dapat memilah-milah sendi-sendi mana yang dapat meruntuhkan tatanan kemanusiaan. Sebab dari adanya maslah yang menjalar kepada generasi muda sekarang, lantaran ajaran Al-Qur;an yang universal telah meraka jauhi sedangkan ajaran-ajaran budaya dan peradaban barat justru mereka agung-agumgkan[3].
      Sex education dalam agama islam, tidak beda dengan maksud yang diharapkan sex education dari konsep yang diadobsi dari negara Barat yaitu memahamkan pendidiknya tentang sebuah pembahasan dewasa ini. Tetapi menurut penulis, dalam sex education yang  ada di agama islam lebih barbobot dan berakahlak dari sudut muatan ajarnya. Islam sangat perhatian terhadap perkembangan kehidupan manusia dari masa ke masa, untuk menciptakan masyarakat yang beradab melalui ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad. Dalam dunia yang moderen seperti saat sekarang, merupakan masa pembangkitan nasfu seksual terbukti sajian TV, tabloit, mjlah dan koran tidak jauh dari sesosok fikur yang diangakat sebagai pelaris bagi opnum yang haus akan nuansa seksualitas[4].  Agama islam juga mencangkup pembahasan diberbagai asek kehidupan, dari mulai pergaulan sampai jenjang perkawinan tidak luput dari pembahasan. Wujud adanya perhatian islam dalm segaala aspek yang bertujuan mengaangkat kehormataan manusia tertuang dalam surat an-Nur ayat 30-31 yeng menerangkan tentang kehormatan yang berwujud menutup aurat.[5]
Pergaulan merupakan aspek yang termasuk kedalam pembahasan sex education, maka dari itu kami akan sedikit mencoba untuk membahasnya. Pergaulan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia di jelaskan, bergaul dan pergaulan asal kata dari gaul, apa bila ketambahan be- maka mempunyai arti hidup berteman (bersahabat), menjalin pengakraban. Sedangkan kata gaul dengan ketambahan per- dan -an  mengandung arti membuat, mengadakan dengan insten yang arti kehidupan bermasyarakat[6]. Dari penjelasan kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan interaksi satu sama lain yang terkandung dalam makna dari ke dua kata tersebut. Dalam hubungan interaksi tentunya terdapat landasan yang disepakati oleh halayak umum, dengan berpedoman pada atuaran hukum dan moral yang juga termasuk dalam kajian kebudayaan C.A. Eliwood (Fairchild, H.P., dkk.: 1982:80) mengungkapkan:.
Kebudayaan adalah nama kolektif semua pola perilaku ditransparansikan secara sosial melalui simbol-simbol; dan sini tiap unsur semua kemampuan kelompok umat manusia yang karakteristik, yang tidak hanya meliputi bahasa, peralatan, industri, seni, ilmu, hukum, pemerintahan, moral, dan keyakinan kepercayaan saja, melainkan meliputi juga peralatan material atau artefak yang merupakan penjelmaan kemampuan budaya yang menghasilkan pemikiran yang berefek praktis dalam bentuk bangunan, senjata, mesin, media komunikasi, perlengkapan seni, dan sebagainya. Pengertian kebudayaan secara ilmiah berbeda dengan pengertian konotatif sehari-hari. Hal tersebut meliputi semua yang dipelajari melalui sambung rasa atau komunikasi timbal arah. Hal itu meliputi semua bahasa, tradisi, kebiasaan, dan kelembagaan. Tidak ada kelompok umat manusia yang memiliki maupun yang tidak memiliki bahasa, tradisi, kebiasaan, dan kelembagaan-kebudayaan itu sifatnya universal yang merupakan ciri yang berkarakteristik masyarakat manusia.

Dalam pembahasan sex education yang lain, memuat tentang pengunaan alat kontrasepsi, yang mana kami akan menbahas salah satu dari itu, yaitu kondom. Lepas dari perdebadan pro dan kontra tentang sosialosasi kondom bagi muda-mudi yang masih lajang serta. Kami lebih akan menekankan pembahasan pengunaan kondom yang dipandang dari sudut hukum, yang tentunya bagi pasangan suami istri yang sah. Kondom merupakan hal yang baru yang tidak ada pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu ulama mengqiyaskan dengan ‘azl yaitu mengeluarkan mani diluar. Ibnu Hajar Al-Asqalaniy rahimahullah menukil bab dalam shahih Bukhari menjelaskan tentang ‘Azl,
باب العزل أي النزع بعد الإيلاج لينزل خارج الفرج
Bab tentang Al-‘Azl yaitu mencabut (penis) setelah penetrasi agar (air mani) tertumpah di luar farji/vagina” [Fathul-Bariy 9/305, Asy-Syamilah]
Hukum ‘Azl ada perselisihan diantara ulama, namun pendapat terkuat adalah mubah. Dengan beberapa dalil.
Perkataan sahabat Jabir radhiallahu ‘anhu,
كنا نعزل على عهد النبي صلى الله عليه وسلم.
Kami (para shahabat) melakukan ‘azl di jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [HR.Bukhari no. 5207/ 5208-5209, Muslim no. 1440]
Di riwayat lainnya,
كنا نعزل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فلم ينهنا عنه.
Kami melakukan ‘azl di jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau tidak melarang kami darinya” [Shahih Muslim no. 1440, Musnad Abi Ya’laa no. 2255].
Jika ada yang mengatakan bahwa ‘Azl adalah pembunuhan terselubung/kecil-kecilan, maka kita jawab dengan hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
عن أبي سعيد الخدري، قال : بلغ رسول الله صلى الله عليه وسلم أن اليهود يقول إن العزل هو الموؤودة الصغرى. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : كذبت يهود، ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لو أفضيت لم يكن إلا بقدر.
dari Abu Said Al-Khudri, ia berkata : “Telah sampai kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya orang Yahudi berkata : ‘Sesungguhnya ‘azl itu pembunuhan kecil-kecilan’. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Orang Yahudi telah berdusta. Seandainya engkau menyetubuhinya, tidaklah akan menghasilkan anak kecuali dengan takdir Allah” [HR.Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar 3/31-32 no. 4348 dengan sanad hasan, At-Tirmidzi no. 1136, Abu Dawud no. 2173, Ahmad no. 11110 dengan sanad yang shahih]
Kondom bisa kita qiyas-kan dengan ‘azl karena alasan/illat adalah mencegah tertumpahnya sperma ke dalam rahim. Maka hukumnya juga mubah. Karena penggunaan kondom bisa menggantika ‘azl. Sesuai dengan kaidah fiqhiyah,
حكم البدل حكم المبدل منه
hukum pengganti sama dengan hukum yang digantikan”
Jika tidak bisa menahan saat akan ejakulasi dengan ‘azl, maka bisa menggunakan kondom. Kondom bisa digunakan pada rentang waktu yang tidak boleh menumpahkan sperma ke Rahim.
Akhirnya sampailah diujung pembahsan, penulis meninta maaf segala keslahan dan kekurangan yang ada, karena penulis merasa masih kurang atas pembahsan ini. Semoga manfaat .


[1] A. Gunawan Setiardja, DIALEKTIKA HUKUM DAN MORAL, (Yogyakarta: PENERBIT KANISIUS, 1990), hlm. 90-91.
[3] Umar Syihab, kontekstualitas Al-Qur'an.(Jakarta: Lentera hati,2009), hlm.
[4] M. Quraish shihab, Perempuan, (Jakarta: lentera Hati, 2007), hlm.336-338.
[5] Mu'ammal Hamid, imron A. Manan, terjemah tafsir ayat ahkam ash shabuni,(surabaya: pt bina ilmu, 1992), hlm. 232-238.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar